Kiai Usman, meskipun terkenal sebagai orang alim di dalam fiqh, kalau bertemu Mat Kacong suka mengajukan berbagai pertanyaan. Yang menarik bagi Kiai yang ramah dan merakyat itu, ialah jawaban-jawaban Mat Kacong yang menyegarkan. Di samping jawaban Mat Kacong yang lucu, tidak pernah dijumpai pada kitab-kitab, tetapi kalau dipikir-pikir seperti tidak masuk akal. Pada suatu ketika, ketika Usman habis mengimami salat Jumat menyempatkan diri menemui Mat Kacong yang sedang duduk-duduk dengan anak-anak muda di serambi mesjid. Mat Kacong dan pemuda-pemuda itu berjabat tangan dengan Kiai Usman. Mereka lalu duduk beramah-tamah di serambi mesjid desa itu.
"Mat, apa boleh aku bertanya padamu?" tanya Kiai.
"Tentang apa, Kiai?" Mat Kacong balik bertanya. "Tentang zakat dan haji."
"Saya tidak pernah berzakat dan belum melaksanakan haji, apa mungkin saya bisa menjawab? Pak Kiai sendiri kan sangat pakar kalau soal zakatdan haji." "Tetapi aku ingin jawabanmu yang lain dari yang kubaca di dalam kitab."
"Coba saja, Pak Kiai, bagaimana pertanyaannya. Siapa tahu nasib saya mujur bisa menjawab agak tepat. Kalau menjawab dengan benar saya tidak mampu. Jadi jawaban yang agak tepat sajalah."
"Baik," jawab Kiai Usman. "Begini pertanyaannya. Mengapa zakat dan haji itu dimasukkan rukun Islam, padahal tidak setiap orang Islam mampu untuk melaksanakannya."
Mat Kacong berpikir sambil memejamkan matanya, kemudian ucapannya, "Itu sungguh pertanyaan yang sulit dijawab Pak Kiai. Tapi jawabannya kira-kira begini. Dimasukkannya zakat dan haji ke dalam rukun Islam, itu tandanya zakat dan haji termasuk perintah Allah yang sangat penting disamping salat dan puasa. Karena keduanya sangat penting, diharap umat Islam bisa meningkatkan kerja keras berusaha untuk meraih rezeki Allah yang ada di atas bumi, agar nantinya mampu memberikan zakat kepada fakir miskin dan mampu pula untuk naik haji."
"Menarik juga pendapatmu itu, Mat," komentar Kiai Usman.
"Karena kerja keras sebagai wujud dari ikhtiar itu penting, maka menurut hemat saya, menganggur itu sangat tidak terpuji."
"Terus, terus! Lanjutkan pendapatmu." "Ah, nanti Pak Kiai marah kepada saya."
"Mengapa aku akan marah? Kamu kan tidak bersalah" "Kalau nanti ternyata pendapat saya salah, Pak Kiai tidak akan marah?"
"Tidak, Mat." "Sungguh, Pak Kiai?" "Sungguh!"
"Menurut pendapat saya, karena mengangguritu tidak terpuji, bisa mungkin orang yang sengaja menganggur itu "haram" atau paling tidak "makruh". Mendengar itu Kiai Usman geleng-geleng kepala.
"Mengapa? Pendapat saya keliru, Pak Kiai?" tanya Mat Kacong.
"Aku tidak berani menyalahkan atau membenarkan pendapatmu itu, tapi pendapat itu cukup menarik. Aku kira pendapatmu itu bisa dibawa ke musyawarah alim ulama. Dan ulama yang arif terhadap persoalan sosial tentu sangat tertarik kepada pendapatmu. Bahkan, bisa mungkin membenarkan pendapatmu."
Sumber: Sate Madura
Ditulis kembali: Syaefrudin_78@yahoo.com
No comments:
Post a Comment